Mgr
Ignatius Suharyo (kiri) dan Mgr Johanes Pujasumarta (kanan).
12/09/2014
Pernyataan Sikap KWI terhadap PP No. 61 / 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi:
“Orang yang mempunyai hidup, berhak
untuk hidup karena dia sudah hidup dan mempunyai hidup”
HIDUP itu berharga dan bernilai,
maka harus dijaga, dipelihara dan dibela.
Sejak awal
kehidupan, Allah sendirilah yang menciptakan manusia, ”Sebab Engkaulah yang
membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (Mazmur 139:13).
Karena Allah
sendiri yang menghendaki karya penciptaan ini, manusia tidak berhak untuk
menghentikan Karya Agung Allah ini dengan menyingkirkannya.
Apalagi,
perintah Allah begitu tegas: Jangan membunuh! (Keluaran 2,30) yang tidak hanya
berlaku bagi manusia yang sudah lahir namun juga mereka yang masih berada dalam
kandungan.
Gereja
mengakui bahwa hidup manusia dimulai sejak pembuahan dan hidup itu harus dibela
dan dihormati.
Segala
bentuk tindakan yang mengancam sejak awal kehidupan ini secara langsung, tidak
dibenarkan.
1.
Nilai hidup manusia adalah nilai intrinsik yang ada dalam dirinya, dia
bernilai oleh karena dirinya sendiri tanpa ada relasinya dengan pihak lain.
Kecacatan atau penyakit yang dialami seseorang tidak
mengurangi nilai dan martabat manusia.
Oleh karena itu, aborsi dengan alasan kecacatan
atau penyakit, tidak bisa dibenarkan.
2.
Tindak pemerkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis, spiritual dan
sosial bagi korbannya.
Yang diperlukan adalah sikap belarasa terhadap korban
dan memberi bantuan dalam pelbagai hal agar yang bersangkutan bisa bangkit dari
penderitaannya dan menghilangkan traumanya sehingga bisa kembali hidup bahagia.
Namun keinginan untuk bahagia tidak memberikan hak
kepadanya untuk membunuh orang lain.
Melakukan aborsi demi mencapai kebahagiaan ibu yang
mengandung akibat perkosaan sama artinya dengan menggunakan orang lain (janin)
sebagai alat dan tidak menghormatinya sebagai subyek.
Hal ini merupakan pelanggaran berat terhadap martabat
manusia yang adalah Gambar dan Citra Allah.
3.
Janin adalah makluk yang “lemah, tidak dapat membela diri, bahkan sampai
tidak memiliki bentuk minimal pembelaan, yakni dengan kekuatan tangis dan air
mata bayi yang dimiliki oleh bayi yang baru lahir, yang menyentuh hati..”
(Evangelium Vitae no. 58).
Padahal Allah adalah pembela kehidupan, terutama
mereka yang lemah, miskin dan tidak mempunyai pembela.
Di sinilah muncul prinsip vulnerability, dimana orang
yang kuat harus membela dan melindungi yang lemah.
Selaras dengan hati Allah yang membela yang kecil,
lemah dan tidak bisa membela dirinya, maka Gereja memilih untuk berpihak pada
mereka dan menegaskan untuk membela kehidupan yang sudah diyakini ada sejak
pembuahan.
4.
Dalam Kitab Hukum Kanonik / KHK (Codex Iuris Canonici – CIC) ditegaskan: “Bagi
mereka yang menganjurkan, mendorong dan melakukan tindakan aborsi, sesuai
dengan Hukum Gereja, mereka terkena ekskomunikasi latae sententiae” (KHK
1398).
Ekskomunikasi langsung atau otomatis.
Demikianlah
pernyataan sikap kami terhadap PP No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang
dikeluarkan oleh Pemerintah.
Kami menolak
pemberlakuan pasal 31 dan 34 yang menguraikan tentang pengecualian aborsi yang
diakibatkan oleh indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
Jakarta, 5
September 2014
P R E S I D
I U M
Konferensi WALIGEREJA INDONESIA,
Mgr Ignatius
Suharyo
K e t u a
Mgr Johannes
Pujasumarta
Sekretaris Jenderal
Sumber:
mirifica.net
...
Teman-teman terkasih
dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel
diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"
With love,
Mikael Oka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar