17/11/2014
Saudara-saudara seiman yang terkasih,
Sukacita Injil, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 24 November
2013, ditujukan kepada para waligereja, imam dan diakon, kaum
religius serta umat beriman.
Dengan penuh sukacita kami, para waligereja Indonesia menyambut
seruan apostolik tersebut, mempelajarinya, membuka hati, budi dan
pikiran untuk memahaminya.
Kami merasa berkewajiban meneruskannya kepada seluruh umat, agar
hati kita berkobar untuk mewartakan sukacita Injil kepada Indonesia
dewasa ini.
Agar Injil dapat kita wartakan secara tepat, kita perlu mengenal
kenyataan Indonesia dewasa ini yang dari waktu ke waktu mengalami
perubahan-perubahan semakin cepat, yang mencengangkan dan sekaligus
mencemaskan.
Dalam terang Injil kita ingin mengalami hati yang penuh sukacita
karena perjumpaan dengan Kristus.
Berkat daya Roh Kudus kita ingin menerima kasih Allah sebagai Bapa
bagi semua.
Sukacita Injil mewarnai cara baru menjadi Gereja Katolik
Indonesia.
Saudari-saudara seiman yang terkasih,
Perubahan-perubahan semakin cepat
Kita sedang menyaksikan perubahan-perubahan semakin cepat karena
arus globalisasi yang melanda Indonesia.
Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada kenyataan Indonesia.
Kita bersyukur atas kemajemukan budaya yang merupakan anugerah
hidup bersama sebagai bangsa.
Keanekragaman suku, agama, ras, dan golongan tumbuh dalam semangat
bhineka tunggal ika. Perjuangan bersama sebagai bangsa merekatkan
perbedaan menuju persatuan bangsa berlandaskan Pancasila.
Perkembangan sikap saling menghormati demi kebaikan bersama
ditempuh melintasi perubahan-perubahan zaman yang dari waktu ke waktu
semakin cepat karena arus globalisasi.
Kita berprihatin karena arus globalisasi yang ditandai oleh
komunikasi lintas batas negara dan budaya menggoncangkan tata nilai
dan hubungan antar manusia.
Batas-batas wilayah dan batas-batas budaya yang menjadi dasar
jatidiri suatu bangsa menjadi kabur.
Komunikasi dan pertukaran
informasi yang semakin mudah dan cepat menawarkan banyak pilihan.
Ketidakpastian menggantikan nilai-nilai luhur yang dipegang sebagai
warisan leluhur.
Hati manusia dipenuhi dengan ketamakan.
Orang mencari kepuasan diri dan menganggap sesama sebagai saingan.
Pola hubungan antar manusia sebagai pribadi berubah menjadi pola
hubungan untung rugi, yang merendahkan martabat pribadi manusia.
Dalam hubungan antar manusia yang tidak bermartabat itu orang yang
tidak memiliki kemampuan akan tertinggal, tersingkir dan tidak
berdaya.
Akibatnya, terjadilah ketergantungan ekonomi, kesenjangan sosial,
ketidakseimbangan antara alam, manusia dan tradisi.
Pertumbuhan ekonomi yang memakmurkan rakyat mengubah masyarakat
menjadi konsumeris. Hadirnya penanam-penanam modal di daerah-daerah
pedalaman, yang semestinya menumbuhkan semangat kerja, justru
menimbulkan berbagai pertikaian dan kecemburuan sosial.
Kemajuan teknologi komunikasi yang memberi peluang kerjasama malah
menjadikan masyarakat semakin egois dan menutup diri.
Pembangunan yang seharusnya menyejahterakan seluruh rakyat
mengakibatkan kerenggangan hubungan antar manusia dan kerusakan
lingkungan hidup.
Kerinduan untuk bersaudara, yang berakar pada kemanusiaan
terdalam, dan bertumbuh dari keluarga sulit berkembang karena
menyempitnya rasa setiakawan.
Orang cenderung menghindari tanggungjawab dan mementingkan diri
sendiri atau kelompok. Kemanusiaan mengalami kerusakan karena
hubungan antarsuku menumpulkan hati nurani. Hubungan antarumat
beragama seringkali memudarkan cita-cita membangun persaudaraan
sejati. Kesenjangan ekonomi-sosial yang makin lebar mengakibatkan
orang kecil, lemah, miskin, tersingkir semakin tidak diperhitungkan.
Manusia menciptakan berhala baru, yaitu uang, dan dengan begitu
Allah disingkirkan, dan hidup manusia menjadi kosong dari pengalaman
rohani.
Saudari-saudara seiman yang terkasih,
Penuh sukacita karena perjumpaan dengan Kristus
Di tengah-tengah segala perubahan yang kita saksikan, kita temukan
ada yang tetap sama, tidak berubah, yaitu Yesus Kristus. “Yesus
Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai
selama-lamanya.” (Ibrani 13:8) .
Pada-Nya kita belajar berdoa kepada Bapa, “Datanglah
Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga” (Mat.
6:10).
Kita berdoa, agar Kerajaan Allah datang, dan kehendak-Nya terjadi
di bumi Indonesia seperti di surga.
“Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal
kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Roma 14:
17).
Mengawali seruan apostoliknya Bapa Suci menyatakan, bahwa
“sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai
Yesus” (EG. 1).
Di dalam perjumpaan dengan Yesus, Sang Putra, dan dalam perjumpaan
kita sebagai saudara, kita mengalami Allah, Bapa yang maharahim,
suatu pengalaman rohani yang menjadi daya kekuatan bagi kita untuk
mewartakan sukacita Injil kepada semua bangsa.
Dengan penuh syukur dan sukacita kita terima amanat perutusan
Tuhan, “…. pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19).
Agar Kerajaan Allah hadir secara nyata, dan Injil Kerajaan Allah
tetap diwartakan, Kristus mendirikan Gereja-Nya, himpunan orang
beriman Kristiani berkat baptisan air.
Baptisan air tersebut menjadikan seseorang anggota Gereja, tubuh
Kristus.
Kita berdoa dan bersyukur, karena rahmat-Nya Gereja tumbuh,
berakar, mekar dan berbuah di bumi Indonesia.
Kristus membaptis dengan Roh Kudus (bdk. Mrk. 1: 8),
Roh Kudus mengubah manusia lama yang dikuasai dosa menjadi manusia
baru “Roh Kudus dapat dikatakan memiliki kreativitas tak terbatas,
tepat untuk pikiran ilahi, yang tahu bagaimana melonggarkan
simpul-simpul permasalahan manusia, bahkan yang paling rumit dan
sulit dipahami” (EG. 178).
Karena daya Roh Kudus itulah yang berbeda menjadi tidak
berlawanan, melainkan terpadu saling melengkapi, yang jauh tidak
menjadi terpisah, melainkan menjadi dekat, yang asing menjadi saling
mengenal satu sama lain sebagai saudara.
Karya Roh Kudus itu kita kenali dalam peristiwa-peristiwa hidup
yang mempersatukan banyak suku yang berbeda, aneka budaya dan beragam
bahasa untuk membangun persaudaraan sejati, karena kesediaan
melaksanakan kehendak Allah.
Yesus Kristus melaksanakan kehendak Allah, Bapa-Nya, secara tuntas
dengan bersedia menapaki jalan salib menuju kematiaan-Nya di Golgota.
Di puncak Golgota itulah diakui, bahwa Yesus Kristus sungguh Anak
Allah. Karena itu, meskipun dibunuh Ia tetap hidup.
Allah yang Mahakudus memanggil semua orang kepada kekudusan.
Panggilan kepada kekudusan adalah panggilan yang mempersatukan
manusia dengan Allah, dengan sesama dan dengan semua makhluk, bukan
memisahkan dan menceraiberaikannya.
Pengalaman manusia akan Yang Kudus membangun dalam hati setiap
orang sikap kasih dan hormat kepada Allah, yang menjadi dasar bagi
sikap kasih dan hormat kita kepada sesama dan semua makhluk.
Di bumi Indonesia yang majemuk beriman berarti beriman dalam
kebersamaan dengan yang lain, yang berbeda agama, suku, ras dan
golongan.
Dialog antaragama memerlukan “sikap terbuka terhadap kebenaran
dan terhadap kasih” (EG. 250) Karena itu, membangun persaudaraan
sejati tidak cukup dengan sikap toleran, suatu sikap sekedar menerima
yang lain karena ada.
Lebih daripada sikap toleran dibutuhkan sikap kasih seorang akan
yang lain, dan hormat menghormati untuk mewujudkan persaudaraan
sejati antar sesama manusia dan semua makhluk, di mana Alllah menjadi
Bapa bagi semua.
Allah Bapa mengangkat kita menjadi saluran kasih untuk menjumpai
sesama kita terutama yang jatuh menjadi korban-korban terluka di
pinggiran jalan salib kehidupan manusia.
Mereka adalah kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan yang
terlupakan, yang menjadi korban tatanan sistim politik, ekonomi,
budaya, dan komunikasi yang tidak adil.
Setiap orang beriman kristiani diutus untuk mewartakan sukacita
Injil dengan hadir di dalam dunia, dan mengubahnya dari dalam laksana
ragi dengan nilai-nilai Injil.
Kita umat Kristiani dipangil untuk memperhatikan mereka yang lemah
di bumi, untuk melindungi dunia yang rapuh di mana kita hidup, dan
semua orang di dalamnya (Bdk. EG. 209-216).
Pengalaman pendampingan terhadap mereka yang lemah, yang tersisih,
seperti orangtua tunggal, penderita HIV/AIDS, pengungsi, korban
penyalahgunaan narkoba, anak jalanan, orang miskin dan yang
terabaikan membuka kesadaran kita, bahwa dalam perubahan-perubahan
yang begitu menggoncangkan itu masih ada orang yang menghargai
perbedaan dan kesetaraan antarsesama manusia.
Mereka itu digerakkan oleh keyakinan bahwa setiap pribadi adalah
jauh lebih berharga daripada seluruh dunia.
Sikap yang perlu ditumbuhkan dalam kemanusiaan kita adalah
menghormati, menghargai dan membuka ruang perjumpaan.
Saudari-saudara seiman yang terkasih,
Cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia.
Faham Gereja menurut Konsili Vatikan II, yaitu Gereja sebagai
sakramen keselamatan dan persekutuan, diwujudkan dalam gereja
setempat di Indonesia dengan mengembang-kan jati dirinya sebagai
persekutuan komunitas-komunitas murid-murid Kristus yang menghadirkan
Kerajaan Allah.
Agar kehadiran Gereja menjadi sukacita bagi warganya dan
masyarakat, Gereja Katolik tetap melanjutkan upayanya untuk mencari
dan melaksanakan cara baru menjadi Gereja Katolik Indonesia.
Gereja sebagai persekutuan komunitas-komunitas umat beriman lahir
dari persekutuan Tritunggal Mahakudus.
Oleh sebab itu, hendaklah Gereja masuk ke dalam misteri
persekutuan dengan Allah, mengalami dan merasakan perjumpaan pribadi
dengan Allah sendiri melalui doa, kontemplasi, dan sakramen-sakramen
terutama Ekaristi, sumber dan puncak hidup beriman, serta sakramen
tobat.
Perjumpaan dan persekutuan pribadi dengan Allah dan dengan yang
lain menjadi sumber sukacita sejati yang menjiwai dan mendorong
Gereja untuk mewartakan kabar sukacita kepada segala bangsa.
Kabar sukacita yang diwartakan hendaklah bertumbuh dari Kristus
sendiri yang berbicara dan menyapa manusia melalui Kitab Suci.
Persekutuan dengan Allah mendorong Gereja untuk keluar dari
dirinya sendiri, melewati lorong-lorong kehidupan untuk merangkul
semua orang, dan menjumpai mereka yang kecil, lemah, miskin,
tersingkir dan yang terabaikan.
Kepada siapa pun yang dijumpai, Gereja diutus untuk membawa
cintakasih dan kegembiraan, perdamaian dan keadilan, persatuan dan
persaudaraan sejati.
Pintu Gereja terbuka untuk siapa saja, Gereja adalah rumah bagi
semua orang. Di dalam Gereja Kristus tidak ada orang asing, karena
semua orang adalah saudara.
Dalam menjalankan perutusannya untuk mencari dan menjumpai orang
lain dan dunia sekitarnya Gereja berupaya menampilkan wajah Allah
yang maharahim dan berbe-laskasih, peka terhadap bimbingan Roh Kudus
untuk selalu menyadari misteri ilahi di tengah segala kenyatan dan
peristiwa yang terjadi.
Roh Kudus menjadi daya kekuatan bagi kita untuk memantapkan iman,
meneguhkan harapan akan masa depan yang lebih baik, dan memancarkan
kasih yang mempererat tali persaudaraan antar semua orang, di mana
Allah menjadi segala bagi semua.
Agar dapat melaksanakan perutusan tersebut, Gereja harus bersedia
membarui diri terus-menerus dalam bimbingan Roh Kudus, dan membenahi
tata organisasinya.
Gereja menjadi bermakna bagi dunia dewasa ini dan tidak kehilangan
kredibilitasnya.
Kehadiran dan pelayanan Gereja semakin berbuah sukacita bagi siapa
saja dan apa saja.
Pembaruan diri Gereja semakin berdampak, bila para gembala menjadi
teladan dalam pelayanan bagi seluruh umat.
Keteladanan para pemimpin yang sederhana membangkitkan harapan
akan kehidupan yang lebih bermutu.
Pendidikan nilai dan suara hati yang dilakukan sejak dini mewujud
dalam Gereja yang merangkul setiap perbedaan demi persaudaraan
sejati.
Saudari-saudara seiman yang terkasih,
Seruan Apostolik “Sukacita Injil” kami harapkan menjadi bahan
pembelajaran yang berkelanjutan bagi kami sendiri para waligereja,
para imam dan diakon, kaum religius serta umat beriman untuk mencecap
kesegaran dari Injil, sumber suka cita bagi kita yang menjadi saksi
Kristus pada zaman sekarang ini.
Kita bersyukur bersama Maria, bunda evangelisasi, yang telah
menerima kabar sukacita dari malaikat Tuhan, dan mewartakan kabar
sukacita itu pertama-tama kepada Elisabeth, dan selanjutnya kepada
Gereja dan melalui Gereja kepada seluruh dunia.
Sesuai dengan teladannya marilah kita semua bertekun dan setia
menapaki jalan salib kehidupan, dan secara kreatif mengembangkan cara
baru menjadi Gereja Katolik Indonesia, sehingga Gereja menjadi
sukacita bagi dunia.
Terpujilah Yesus Kristus kini dan sepanjang masa!
Jakarta, 5 November 2014
Konferensi Waligereja Indonesia,
Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal
Sumber: mirifica.net, ucanews.com
...
Teman-teman terkasih dalam
Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel
diatas dengan mencantumkan:
"sumber:
Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"
With love,
Mikael
Oka