Pamanku pernah menyampaikan padaku kalau kita sedang dikuasai
amarah, tindakan yang kita lakukan umumnya bersifat merusak diri kita dan
sekitar kita.
Kita yang dikuasai amarah itu ibarat kita sedang memaku
dinding dengan paku besar sedalam-dalamnya, namun setelah amarah reda, dosa dan
penyesalan yang kita dapatkan, ibarat lubang bekas cabutan paku besar dari dinding dan
retakan disekitarnya.
Semakin banyak paku besar yang kita tancapkan di dinding,
makin banyaklah lubang di dinding belum ditambahkan dengan retakan-retakan
disekitar lubang di dinding tersebut, dan bila terus berkelanjutan akibatnya
adalah rapuhnya dinding tersebut dan pada akhirnya hancurnya dinding tersebut.
Semakin sering kita dikuasai amarah, semakin banyak pula lubang
dosa dan penyesalan yang kita dapatkan, hidup kita akan mengarah kepada
penderitaan kekal, apakah kita mengkehendaki demikian?
Lalu bagaimana cara kita sebagai umat Katolik mensikapi
amarah dalam diri?
Ada berbagai macam cara yag bisa dilakukan, antara lain:
1.
Menyadari
bahwa amarah itu adalah wajar, suatu sifat dalam diri setiap manusia, Tuhan Yesus
sendiri pernah marah pada saat lingkungan Bait Allah dipakai sebagai suatu aktivitas
komersial duniawi, yang sifatnya berkelanjutan.
Jadi janganlah mengumbar amarah tanpa
alasan yang jelas.
2.
Diamlah
sejenak, berdoalah dalam hati, meskipun singkat, mohon kiranya Tuhan membantu
mengendalikan diri kita.
Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
"Hai saudara-saudara yang
kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar,
tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah
manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1: 19-20).
3.
Kendalikanlah
lidah dan janganlah bermulut "pedas", berkata-katalah secara lemah
lembut (bukan berarti kita "kemayu" atau bersikap "alay").
Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
"Jawaban yang lemah lembut
meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah."
(Amsal 15:1)
"Lidah pun adalah api; ia
merupakan dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh
kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda
kehidupan kita, sedangkan ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. Dengan lidah
kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang
diciptakan menurut rupa Allah, dari mulu yang satu mengeluarkan berkat dan
kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus
2:6, 9-10).
4.
Berdoalah
terus menerus mohon pengampunan dari Tuhan karena seringkali kita tanpa sadar
membiarkan amarah menguasai diri kita dan kita mengehendaki adanya suatu
pembalasan kepada orang yang membuat kita dikuasai amarah.
Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci:
"Janganlah lekas-lekas marah
dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkhotbah
7:9).
"Saudara-saudaraku yang
terkasih, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan
menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia
makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan demikian kamu menumpukkan bara
di atas kepalanya." (Roma 12:19-20).
5.
Ingatlah
untuk selalu berusaha mengampuni mereka yang membuat kita marah, karena kita
sendiri adalah manusia yang rapuh, pendosa yang terus mendapat belas kasih
pengampunan dari Tuhan.
Demikianlah teman-teman terkasih, beberapa cara kita sebagai
umat Katolik berusaha supaya jangan sampai amarah menguasai kesadaran kita.
Kita harus terus menerus berusaha untuk mewujudkan situasi
dimana kita mampu mengendalikan amarah dalam diri kita bukan sebaliknya,
milikilah kesungguhan hati dalam melakukannya sehingga ada akhirnya membuat
hidup kita ini berkenan bagi Tuhan.
Semoga artikel ini menjadi berkat dalam hidup kita.
Tuhan
memberkati kita semua.
...
Teman-teman terkasih
dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel
diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"
With love,
Mikael Oka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar