Kamis, 24 Juli 2014

Rosianna Magdalena Silalahi (Rosi)



Pemilik nama lengkap Rosiana Magdalena Silalahi ini telah menekuni dunia jurnalistik sejak masih berseragam SMA. 

Kegiatan ekstrakurikuler majalah dinding menjadi pilihan alumni SMA Ursula ini untuk menyalurkan hobi menulisnya. 

Tak hanya itu, Rosi juga aktif berkegiatan di majalah sekolah, Serviant.

Setamat SMA, wanita berdarah Batak ini mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi negeri. 

Namun sayang, Rosi gagal diterima di Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI) dan diterima di pilihan kedua, Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra UI. 

Meskipun begitu, impiannya untuk menjadi seorang jurnalis tak pernah pupus.

Setelah gelar sarjana sastra berhasil digenggamnya, Rosi mencari pekerjaan sesuai minat dan bakat di bidang jurnalistik. 

Bungsu dari lima bersaudara ini kemudian mencoba peruntungannya dengan mengirimkan lamaran kerja ke TVRI yang saat itu sedang membuka lowongan. 

Sambil menunggu panggilan kerja dari TVRI, Rosi mengisi hari-harinya dengan bekerja di perusahaan periklanan selama beberapa bulan. 

Setelah menanti selama sekian bulan, usaha Rosi akhirnya membuahkan hasil. 

Putri pasangan L.M. Silalahi (alm) dan Ida Hutapea ini dipanggil untuk menjalani tes di televisi milik pemerintah itu hingga akhirnya ia diterima sebagai reporter.

Di tahun 1999, SCTV sedang mencari reporter dan presenter baru. 

Kesempatan untuk menambah wawasan dan pengalaman sebagai jurnalis pun tak disia-siakan Rosi. 

Berkat kemampuan dan kecerdasannya, Rosi berhasil diterima bergabung di SCTV. 

Setahun berkarir di televisi swasta itu, nama Rosiana Silalahi mulai dikenal publik. 

Saat itu ia mulai tampil di belakang meja siar sebagai seorang pembaca berita. 

Meski demikan, tugas sebagai reporter tetap dijalaninya.

Karier istri Dino Gregory Izaak ini semakin bersinar setelah dua seniornya, Ira Koesno dan Arief Suditomo hengkang dari SCTV. 

Bahkan pada tahun 2003, ia dipercaya sebagai salah satu dari 6 jurnalis TV dari Asia yang mendapat kesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Presiden Amerika Serikat, George Bush di Gedung Putih, Washington DC. 

Kepiawaiannya berkomunikasi dengan tokoh lintas negara juga kembali ditunjukkannya ketika mewawancarai Mahathir Muhammad, Lee Kuan Yew, hingga Presiden Iran, Ahmadinejad.

Berkat prestasinya itu, Rosi berhasil menorehkan namanya di dunia jurnalistik sebagai presenter berita berbakat. 

Berbagai penghargaan pun dialamatkan kepada perempuan kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung, 26 September 1972 ini. 

Di tahun 2004, Rosi berhasil menyabet gelar Pembawa Acara Talk Show Terfavorit dan Pembawa Acara Berita/Current Affair Terfavorit versi Panasonic Award, sebuah ajang penghargaan bergengsi bagi insan pertelevisian.

Saat Pemilu 2004, Rosi memproduksi program 'Kotak Suara' yang membahas mengenai money politics. 

Program itu berhasil mengantarkannya sebagai pemenang penghargaan 'Indonesia Journalist Board' tahun 2004. 

Rosiana dipercaya sebagai salah satu dari 6 jurnalis TV dari Asia yang mendapat kesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Presiden Amerika Serikat, George Bush di Gedung Putih, Washington DC.

Pada November 2005, setelah 5 tahun menjadi pembaca berita, Rosi akhirnya diberi kepercayaan menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Liputan 6. 

Mendapat kesempatan memimpin redaksi sebuah stasiun televisi swasta sebesar SCTV pada usia 33 tahun bagi Rosiana Silalahi adalah anugerah dari Tuhan. 

"Semua ini dari Tuhan dan saya persembahkan untuk Tuhan. Sehingga, secara ukuran manusia apakah mampu, saya akan berusaha maksimal, biar Dia yang menyempurnakan, mengingat untuk ukuran umur, saya masih muda," katanya.

Sebulan kemudian, tepatnya Desember 2005, tropi Panasonic Award kembali dianugerahkan padanya karena berhasil terpilih sebagai Presenter Berita (Curent Affairs) Terbaik. 

Setelah sempat absen selama satu tahun, namanya kembali bergaung di ajang Panasonic Award tahun 2007, dan untuk kali ketiga ia sukses meraih gelar Pembawa Acara Berita/Current Affair Terfavorit.

Pada 12 Desember 2009, Rosi tak lagi menjabat sebagai Pemred Liputan 6 SCTV. 

Posisinya kemudian digantikan oleh Presiden Direktur PT Surya Citra Media, Fofo Suriaatmadja. 

Mengenai pergantian itu, sempat tersiar kabar yang menyebutkan bahwa terjadi keretakan hubungan antara Fofo dengan Rosi. 

Namun kabar itu dibantah oleh Humas SCTV, Budi Darmawan. "Ini pergantian biasa saja, tidak terjadi apa-apa di SCTV, semua berjalan lancar," katanya.

Setelah lengser dari kursi Pemred Liputan 6, Rosi bersama dua orang rekannya sesama alumni SCTV, Bayu Sutiono dan Gunawan, memberanikan diri membuat rumah produksi bernama Rosi. Inc. 

Tim kreatif, kamerawan, bahkan tenaga operasional pun diboyong dari SCTV.

Tampaknya Dewi Fortuna tak pernah berpaling dari Rosi. 

Pada akhir 2009, berkat kemauan dan kerja kerasnya, Rosi ditawari membuat acara talk show oleh Global TV.  

"Sebenarnya saya mau nawarin program yang lain. Cuma, sama pak Daniel, bos Global TV, saya diminta bikin program sendiri. Katanya, kalau saya punya konsep sendiri, akan diberi nama "Rossy".
Kebetulan Global TV memang salah satu TV yang agresif mendekati saya dan berani ngasih prime time," ungkapnya. 

Konsep talk show yang dibuat Rosi ini sebenarnya sudah dipikirkan sejak lama. 

Bahkan, dia terus didesak oleh teman-temannya baik di divisi pemberitaan maupun di luar pemberitaan.

Rosi yang mengaku sebelumnya sempat tidak percaya diri akhirnya menerima tawaran itu. "Rossy" sekaligus menandai kembalinya ia ke layar kaca. 

Sebab dia sudah lama berada di balik layar ketika masih di SCTV. 

Lewat "Rossy", Rosiana Silalahi tampil menyapa para pemirsa setianya. 

Jika dulu masyarakat mengenal wanita berambut pendek ini dengan image yang serius, tajam bahkan terkesan galak, kali ini Rosi hadir dengan karakter barunya. 

Atribut setelan formil dan kacamata yang menjadi ciri khasnya dulu ketika menjadi pembaca berita, kini tak lagi dikenakannya. 

Rosi tampil segar dengan busana kasual dan tanpa kacamata.

Pembawaannya yang serius dan kaku pun seketika sirna dari sosoknya. 

Rosi terlihat lebih natural, cerdas, bahkan tak jarang ia berhasil menciptakan suasana sentimentil. 

"Sebenarnya ini diriku banget, yang doyan ngakak, iseng, dan jail," ujar Rosi.  

Tapi, karena citranya selama ini judes dan galak, Rosi mengaku agak susah beradaptasi sewaktu syuting pertama kali. "Sebelas tahun jadi orang yang serius, galak, dan judes di TV, sekarang harus mulai jadi diri sendiri," katanya.

"Dari awal saya ingin konsep yang humanis, ringan, tapi bermutu dan enggak slapstick. Ciri khas "Rossy" ada pertanyaan berbobot, tapi tidak teknis. Makanya, saya merasa lebih terprovokasi secara intelektual. Waktu baca berita, mereka tertipu! Makanya, saya dibiasakan masih pakai rok, enggak pakai kacamata, supaya enggak terlalu serius," papar Rosi yang mengaku sulit melepaskan imej dari SCTV.

Sarjana Sastra Jepang UI ini juga menginginkan talk show-nya menjadi acara yang tak hanya sekadar menyajikan informasi namun juga dapat mengusung gerakan moral, menginspirasi, serta mengajak pemirsanya berpikir. "Saya ingin memiliki program yang berpengaruh yang jadi alternatif tontonan di tengah banyaknya tayangan sinetron," jelasnya.

Rosi mengaku memandu acara talk show lebih sulit dibandingkan acara bertema politik. Sebab, dia harus mampu mendidik sekaligus menghibur namun tidak menggurui. 

Ia juga harus menyiapkan banyak pertanyaan yang mengeksplorasi perasaan narasumbernya. 

"Itu nggak mudah. Di politik, anda hanya tinggal menanyakan gosip-gosip terakhir, membenturkan orang antara ya dan tidak. Mengkonfrontasi dan membuat mereka berantem dan marah. Anda nggak perlu kritis untuk membawakan acara politik, cukup mengajukan pertanyaan provokatif sudah jadi," katanya.

Menurutnya, berita politik yang berisi konflik, kecaman dan perseteruan membuat bosan penonton TV. 

Mereka membutuhkan tayangan yang mencerdaskan. 

"Menggerakan orang kan tidak melulu dengan politik," ujarnya.

Rosi dan timnya sempat cemas acara tidak diapresiasi penonton di tengah pesatnya persaingan antar stasiun televisi. 

Apalagi di jam yang sama, TV lain menayangkan sinetron, lawakan, musik, dan reality show. 

Namun, sepanjang berpegang pada komitmen awal, ia meyakini acaranya akan mendapat tempat di hati penonton. 

Ia pun memanfaatkan jaringan yang dimiliki untuk menghadirkan narasumber yang belum tentu bisa dilakukan talk show lain. 

Antara lain, Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani, Setiawan Djody, Menteri BUMN (2011-2014) Dahlan Iskan, dan Wakil Presiden Republik Indonesia (2004-2009), Ketua Umum PMI Jusuf Kalla.

"Kata bijak yang selalu kami ikuti, lakukan yang kita bisa di mana pun berada, dengan apa yang dimiliki. Dari dulu saya lebih senang dihormati bukan karena posisi, jabatan, atau sesuatu yang melekat secara harafiah di diri saya. Tapi karena apa yang saya miliki. Itu lebih memanusiakan saya," ujar wanita yang melepas masa lajangnya pada 30 Juli 2005 itu.

Sumber:
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/347-selebriti/3048-presenter-handal-berprestasi

-Deo Gratias-

...
Teman-teman terkasih dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"

With love,

Mikael Oka

Referensi: 

Diambil dari:  https://www.facebook.com/gerejakatolik

Tidak ada komentar: