Minggu, 31 Agustus 2014

Santa Monika

Santa Monika oleh Gereja Katolik dihormati sebagai pelindung para ibu rumah tangga.

Pestanya dirayakan oleh Gereja setiap tanggal 27 Agustus.

Sebenarnya siapakah Santa Monika dan apa yang telah diperbuatnya sehingga ia menjadi salah seorang kudus yang dihormati oleh Gereja Katolik?

Santa Monika adalah ibunda dari Santo Agustinus (dari Hippo).

Beliau lahir di Tagaste, Afrika bagian Utara pada sekitar tahun 332.

Semasa hidupnya, Monika dengan setia terus berdoa dan berusaha untuk membuat suami dan anaknya, Agustinus, untuk kembali kepada Tuhan.

Bertahun-tahun, Monika terus berdoa kepada Tuhan, namun tidak ada tanda bahwa doanya dikabulkan, walaupun demikian ia tetap setia berdoa: “Semoga Yang Maha Baik melindungi dan membimbing suami dan puteraku Agustinus ke jalan yang benar!”

Usahanya tidaklah sia-sia.

Sebelum kematiannya, sang suami, Patricius, bertobat dan meminta supaya dipermandikan dan menjadi seorang Kristiani.

Tinggallah puteranya yang cerdas, Agustinus, yang masih hidup dalam kesesatan duniawi.

Ia selama 7 (tujuh) bulan hidup bersama dengan seorang wanita, diluar perkawinan yang sah, sampai wanita tersebut melahirkan seorang putera, Deodatus.

Betapa sedih hati Monika, melihat tingkah laku sang putera.

Monika menghadap seorang uskup untuk meminta pertolongan, uskup tersebut menghibur dan menguatkan Monika dengan berkata bahwa Tuhan akan melindungi sang putera dan menghindarkannya dari celaka, karena Monika selalu setia membawanya kembali ke jalan-Nya dengan terus berlinang air mata.

Sampai pada suatu saat Agustinus memutuskan untuk pergi berlayar ke Italia, sang ibu, Monika, dengan setia mendampingi anaknya itu.

Di Milano, Italia, Monika berkenalan dengan seorang uskup, Santo Ambrosius.

Oleh karena teladan dan bimbingan dari Ambrosius, Agustinus pada akhirnya bertobat dan bertekad untuk hidup hanya demi Allah dan sesamanya, Agustinus akhirnya dipermandikan.

Betapa besar rasa sukacita yang dirasakan oleh Monika, bahwa harapan yang selama ini ia panjatkan kepada Tuhan telah dikabulkan, segala penderitaannya telah sirna melihat sang putera telah kembali kepada jalan Tuhan.

Dalam suatu percakapan dengan sang putera, Agustinus, di Ostia, Italia, Monika menyampaikan: “Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal ini sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepada-Nya dalam pengabdian yang tulus kepada-Nya. Sekarang apalagi yang aku harapkan?”

Saat di akhir hidupnya, Monika berkata kepada anaknya, Agustinus: “Anakku, satu-satunya yang kuhendaki ialah agar engkau mengenang aku di altar Tuhan.”

Monika meninggal di Ostia, Roma pada tahun sekitar 387, didampingi oleh sang putera Agustinus.

Sungguh suatu teladan yang luar biasa dari Santa Monika, doa dan juga usaha yang tak pernah kenal lelah telah menghasilkan buah yang indah bagi Tuhan pada waktunya.

Berdoalah dan berusahalah senantiasa untuk hidup dalam kekudusan karena Tuhan tidak pernah mengabaikan kesungguhan niat dalam diri kita. 

Tuhan memberkati kita semua.
...

Teman-teman terkasih dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"

With love,

Mikael Oka

Referensi:
Sumber gambar dari internet yang diolah.

Orang Kudus Sepanjang Tahun, Mgr.Nicolaas Martinus Schneiders, CICM, Penerbit Obor, 2013.

The Catholic Idols Kisah Hidup Santo Santa Bacaan Inspiratif Kaum Muda - Jilid 3, Susan Helen Wallace FSP dan Melissa Wright, Penerbit Dioma, 2009

Ensiklopedi Orang Kudus dari A sampai Z, Yayasan Cipta Loka Caraka, 2010.

Dan Akan Yesus Kristus, Putranya Yang Tunggal Tuhan Kita (bagian 1 dari 2)

Salam damai sejahtera, teman-teman.

Semoga katekismus ini menjadikan kita semakin memahami iman kita sebagai umat Katolik dan menjadi berkat dalam hidup kita.

Tuhan memberkati kita semua.

1.       Apa arti nama “Yesus”?

Diberikan oleh malaikat pada waktu Perwataan (kepada Maria), nama “Yesus” berarti “Allah menyelamatkan”.

Nama itu mengungkapkan identitas dan misi-Nya “karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka”. (Matius 1:21)

Petrus menyatakan, “dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. (Kisah Para Rasul 4:12)


2.       Mengapa Yesus disebut “Kristus”?

“Kristus” dalam bahasa Yunani, “Messiah” dalam bahasa Ibrani, berarti “Yang diurapi”.

Yesus adalah Kristus karena Dia disucikan oleh Allah dan diurapi oleh Roh Kudus untuk misi penebusan-Nya.

Dia adalah Mesias yang dinanti-nantikan oleh Israel, diutus ke dalam dunia oleh Bapa.

Yesus menerima gelar Mesias, tetapi Dia menjelaskan makna istilah itu “turun dari surga” (Yohanes 3:13), disalibkan dan kemudian bangkit, Dia Hamba yang menderita yang “memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).

Dari nama Kristus, muncul sebutan kita sebagai orang Kristen.
...

Teman-teman terkasih dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"

With love,

Mikael Oka

Referensi:
Sumber gambar dari internet yang diolah.

Dikutip dari buku "Kompendium Katekismus Gereja Katolik", penerbit Kanisius, 2013

Rabu, 27 Agustus 2014

Sentuhan Kasih ‘Menyembuhkan’ Paus Kepada Anak Cacat Hilangkan Citra Aib

19/08/2014

Paus Fransiskus pada Sabtu sore pekan lalu mengunjungi sebuah panti untuk anak-anak cacat di puncak bukit di Kkottongnae (“desa Kembang”) di Korea Selatan. 

Dalam masyarakat Korea, anak cacat adalah sesuatu yang aib.

Sejumlah orang di Korea mengatakan ia datang ke desa ini untuk mengunjungi anak-anak cacat adalah pilihan yang salah karena praktek pengumpulan orang cacat dan memisahkan mereka dari masyarakat. 

Dalam praktek pastoral lebih banyak menekankan integrasi ke dalam masyarakat.

Panti untuk anak cacat ini, yang dikelola Gereja, telah diganggu oleh pertanyaan tentang manajemen, yang kini menampung lebih dari 50 anak cacat.

Namun, citra ini terhapus setelah Paus Fransiskus mengunjungi rumah cacat itu untuk anak dan remaja dengan cacat fisik dan mental. 

Ia mengambil waktu sejenak untuk menyapa setiap anak.

Tergerak oleh anak-anak cacat tersebut maka dia memilih untuk berdiri dan menyapa mereka satu per satu.

Foto-foto Paus Fransiskus yang menyentuh dan merangkul anak-anak cacat tersebut, mencium dahi dan merangkul mereka, muncul secara mencolok di media sosial dan surat kabar utama berbahasa Inggris di Korea.

Gambar-gambar ini menunjukkan Paus Fransiskus sedang menyentuh, menyembuhkan, merangkul anak-anak tersebut – yang tampak di berbagai media di Korea.

Secara tidak langsung, media mengangkat citra Paus Fransiskus sebagai penyembuh yang penuh kasih dan guru spiritual dengan pesan yang pantas didengar.

Dalam masyarakat Korea dimana sejumlah orang melihat orang cacat sebagai sesuatu yang aib, namun pelukan Bapa Suci  terhadap anak-anak cacat, yang disiarkan secara langsung di saluran berita KBS Korea -  membawa setidaknya dua tema kepausannya: kebenaran martabat manusia dan kekuatan penyembuhan, membangun sikap kasih sayang, terutama bagi mereka yang membutuhkan dan rentan dalam masyarakat.

Sumber: UCA News
...

Teman-teman terkasih dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"

With love,


Mikael Oka

Kisah Utusan Pribadi Paus Fransiskus Setelah Kembali dari Irak

26/08/2014

Meskipun dalam situasi sulit yang mereka hadapi, umat Kristiani Irak memberikan kesaksian yang luar biasa atas iman mereka kepada Gereja dan dunia, sebuah kesaksian yang “sangat mengharukan” bagi Fernando Kardinal Filoni, yang baru saja kembali dari negara mereka setelah menyelesaikan kunjungannya sebagai ‘Utusan Pribadi Paus Fransiskus.

Kardinal Filoni bertemu dengan Paus pada Kamis pagi, 21 Agustus, untuk melaporkan misi yang telah dipercayakan kepada dia.

Dia mengatakan kepada L’Osservatore Romano usai pertemuan tersebut bahwa Bapa Suci lebih banyak mendengarkan daripada berbicara ketika ia menceritakan apa yang ia telah lihat dan dengar.
Kardinal Filoni berbagi kisah terkait situasi di Irak.

Apa kesan Anda setelah kembali dari perjalanan Anda ke Irak?

Misi yang Bapa Suci percayakan kepada saya adalah untuk mewakili dia ke negara tersebut, khususnya terkait misi kemanusiaan untuk para pengungsi Kristen di wilayah Kurdistan; dan kemudian membawa pesan solidaritas kepada warga Yazidi, yang saat ini sedang mengalami penganiayaan yang sangat kejam. 

Misi saya ini memiliki banyak hal yang baik. 

Semuanya itu, pengalaman yang dekat dengan penderitaan begitu banyak orang benar-benar membantu saya. 

Selain dari masalah, kesulitan, trauma dan kekhawatiran, saya juga melihat harapan dalam diri mereka, terutama dalam keluarga-keluarga dimana ada banyak anak-anak yang masa depan mereka masih belum pasti.


Apa sikap para pemimpin politik terhadap Anda?

Kemanapun saya pergi, otoritas sipil – baik warga Irak, Presiden Republik itu, dan Kurdistan Irak, Presiden dan Perdana Menteri – menjamin perlindungan mereka, solidaritas mereka, bantuan mereka. 

Di atas semua itu mereka mengatakan mereka benar-benar berkomitmen untuk membela orang-orang Kristen, dengan mengatakan bahwa mereka ingin orang-orang Kristen untuk kembali, karena mereka merupakan bagian integral dari mosaik tanah air mereka dan memiliki hak untuk berada di sana di antara sesama mereka. 

Dan mereka mengakui bahwa mereka datang ke sana setelah orang Kristen ada. 

Ini adalah niat yang sangat baik, tetapi harus diterjemahkan ke dalam realitas konkret, dimana kehidupan sehari-hari sangat sering menjadi sulit bagi orang Kristen.


Apa yang Anda alami di kalangan komunitas-komunitas Kristen di negara itu?

Saya menemukan komunitas-komunitas yang sangat indah, yang benar-benar memberikan kesaksian iman yang luar biasa. 

Ketika diminta untuk meninggalkan iman mereka atau menerima kompromi kecil dan persetujuan dengan Jihadis atau orang lain, orang-orang ini memilih untuk tetap setia kepada iman mereka dalam menghadapi situasi dimana mereka tidak akan mudah ditipu oleh orang-orang yang meminta agar mereka tetap tinggal di tanah air mereka. 

Mereka memilih untuk meninggalkan semuanya, kehilangan segalanya, mengutamakan iman dan tradisi keagamaan yang mereka telah anut selama ribuan tahun. 

Ini, bagi saya, adalah sebuah kesetiaan yang luar biasa.

Namun, orang-orang ini membutuhkan solidaritas kita, tidak hanya dengan kata-kata, atau melalui tawaran bantuan ekonomi, tetapi solidaritas yang harus pertama-tama adalah solidaritas gerejawi: masalahnya mereka adalah  orang jauh, yang tidak berdampak pada kita, luput dari perhatian kita. 

Kita perlu mengambil tanggung jawab, kedekatan, bantuan, dukungan yang melampaui hal-hal material dan melampaui kata-kata itu sendiri.

Ini adalah tugas yang mana, sebagai Gereja, kita harus mengambil bagian. 

Mereka adalah saudara-saudara kita, mengungsi di sana-sini, masyarakat kecil, tapi saya bisa membuktikan bahwa mereka memiliki kekayaan iman, tradisi, cinta yang luar biasa terhadap Paus dan uskup mereka. 

Saya sangat tersentuh oleh semua ini.


Menurut Anda, bagaimana perkembangan situasi ke depan?

Saya berpikir bahwa banyak perkembangan telah terjadi. 

Kenyataan bahwa Bapa Suci ingin mengirim Utusan Pribadinya telah menarik perhatian banyak menteri luar negeri dari seluruh dunia terkait keadaan orang Kristen dan minoritas Yazidi.

Sumber: UCA News

...

Teman-teman terkasih dalam Kristus, diperkenankan mengutip / mengcopy / menyebarluaskan artikel diatas dengan mencantumkan:
"sumber: Melodi-Kasih-Tuhan.blogspot.com"

With love,


Mikael Oka